TEKNIK KAMERA FOTOGRAFI 2 (DIAFRAGMA, KECEPATAN DAN FILM)

TEKNIK KAMERA FOTOGRAFI 2 (DIAFRAGMA- KECEPATAN  DAN FILM)
Ole: Teguh Imanto
teguhs blog logo fin

Teguh trSebuah karya fotografi dapat disetarakan dengan makna suatu usaha penciptaan sebuah gambar dengan unsur cahaya melalui alat perekam kamera baik yang bersifat mekanis untuk kamera manual ataupun bersifat elektronis untuk kamera digital. Dalam dunia fotografi, sebuah gambar foto yang dihasilkan dari jepretan kamera dapat dikatakan berkualitas, jika cahaya yang masuk dalam lensa kamera guna pembakaran sebuah film yang mencerminkan hasil bidikan obyek tersebut, telah memenuhi ketepatan takaran atau ukuran. Pengertian ini menegaskan, betapa pentingnya pencahayaan dalam dunia fotografi, sehingga perlu adanya pemahaman yang matang mengenai aturan atau tata cara dalam menentukan pencahayaan yang tepat guna menghasilkan sebuah karya fotografi dengan kualitas tinggi. Komponen pencahayan itu sendiri bisa diwakili dengan menggunakan cahaya alam seperti matahari untuk pemoteretan obyek diluar gedung atau outdoor dalam waktu pagi hingga sore hari. Suatu contoh untuk kategori ini adalah foto jurnalistik dari jepretan wartawan yang mevisualisasikan suasana demontrasi di Gedung DPR RI Jakarta. Komponen cahaya alam lainnya seperti cahaya bulan dan api guna pemotretan karakter khusus di malam hari. Contoh dari kategori yang ini adalah suasana bulan purnama di sebuah pantai sedangkan contoh sumber dari cahaya api adalah foto peristiwa kebakaran atau peristiwa gunung meletus. Sedang unsur cahaya buatan adalah cahaya elektrik dari sinar lampu. Contoh dari kategori ini adalah foto interior rumah dimana sumber cahaya yang dupakai adalah bersumber pada penerangan cahaya lampu.
Proses terjadinya pencahayaan guna pembakaran sebuah film atau dikenal denan istilah “Exposure” itu, ditentukan dengan 3 komponen diantaranya besarnya diafragma atau diwakili dengan huruf (f), besarnya kecepatan atau diwakili dengan huruf (s) dan kepekaan film atau diwakili ASA untuk medium film seloloid untuk kamera manual dan ISO  untuk medium CCD untuk kamera digital. Diafragma (f) menerangkan berapa banyak cahaya yang masuk ke dalam lensa untuk pembakaran sebuah film. Kecepatan atau Speed (s) menjelaskan cepat lambatnya tirai penutup film tersebut menyalurkan cahaya yang masuk guna pembakaran film. Sementara ASA/ISO menerangkan besar kecilnya kepekaan film memerlukan pencahayaan. Ketiga komponen tersebut disebut dengan istilan “Exposure Triangle” yang mempunyai makna tiga komponen dalam proses pembakaran sebuah film. Dalam implementasinya ketiga komponen tersebut mempunyai aturan atau tata cara dalam penggunaannya, sehingga diperlukan pemahaman khusus secara teoritis tentang bagaimana menyatukan ketiga komponen tersebut dalam menentukan pencahayaan secara tepat, sehingga hasil foto yang dibidik terlihat jelas dan tajam gambarnya. Apabila ketiga komponen tersebut tidak dilakukan secara cermat atau katakanlah asal-asalan saja dalam menentukan sistem pencahayaan, maka hasil foto yang didapat besar kemungkian gambarnya hancur bisa terliah terang sekali atau sebaliknya gelap sekali. Berdasarkan penjelasan diatas, maka kunci keberhasilan dalam menciptakan sebuah karya fotografi yang berkualitas sangat ditentukan dengan ketepatan memadukan antara diafragma (f), kecepatan (s) dan kepekaan film (asa/iso) pada waktu terjadinya Exposure.




















* Pencahayaan adalah proses pembakaran sebuah film di dalam kamera. Dalam proses pencahayaan perlu adanya kecermatan dalam meramu ketiga komponen seperti diafragma, kecepatan dan asa/iso secara epat sehingga hasil gambarnya mencerminkan sebuah karya fotografi yang berkualitas. Unsur cahaya bisa dari cahaya alam seperti matahri, bulan dan api yang diwujudkan dalam cotoh foto demonstrasi di DPR siang hari, foto malam bulan purnama, foto kebakaran dan meletusnya gunung merapi. sedangkan cahaya buatan atau elektrik adalah dari sinar lampu seperti foto interior rumah *

Untuk mengetahui secara mendalam tentang ketiga komponen dalam pengaturan pencahayaan pada fotografi seperti diafragma, kecepatan dan asa/iso film, maka berikut ini akan diulas secara lengkap seperti berikut ini :

1. Diafragma
Diafragma dalam teknik fotografi merupakan salah satu dari 3 komponen terjadinya proses Exposure. Diafragma merupakan penakar ukuran pencahayaan yang diperlukan guna proses pembakaran film di dalam kamera. Dalam mengoperasionalkan kamera berbasis SLR baik yang berorientasi pada sistim manual ataupun elektonis, harus mengeti atau memahami tatacara penggunaannya. Jika tidak dipahami secara cermat,maka hasil bidikan kamera kepada obyek sasaran dipastikan hasilnya tidak mencerminkan kualitas yang diharapkan sebagaimana mestinya. Berikut ini akan diulas tentang apa itu diafrgama dalam dunia fotografi seperti pada uraan berikut ini :

a. Pengertiannya
Diafragma dapat diartikan besar kecilnya lubang penakar ukuran pencahayaan yang masuk dalam kamera melalui lensa guna pembakaran sebuah film untuk kamera manual dan ccd untuk kamera digital. Secara visual bentuk dari diafragma adalah lubang bulat, lubang ini terbentuk oleh susunan beberapa plat tipis yang saling mengikat antara satu dengan lainnya membentuk sebuah lingkaran, dimana posisinya berada didalam sebuah lensa kamera. Susunan plat yang membentuk lubang ini tidaklah tersusun mati atau statis, namun susunan ini bisa berubah posisinya secara elastis hingga bisa bergeser searah membentuk besar dan kecilnya lubang yang dihasilkan berdasarkan dengan ukuran standard kameranya.

b. Ukurannya
Diafragma yang terpasang posisinya pada lensa kamera itu, dilengkapi dengan angka-angka sebagai pencerminan dari besar kecilnya lubang diafragma tersebut. Sejak Kamera Single Lens Reflex dipopulerkan di masyarakat luas, ukuran angka-angka diafragma pada lensa telah distandarisasikan sebagai kamera industri berlaku untuk semua jenis merek kamera, sehingga merek-merek yang mengeluarkan kamera tersebut, angka-angka diafragma yang diproduksi mengacu pada standarisasi kamera yang telah dicanangkan. Perbedaan angka diafragma pada setiap merek kamera hanya terdapat pada angka yang mencerminkan bukaaan diafragma terbesar dan terkecilnya saja. Suatu contoh Kamera SLR Nikon memproduksi  kamera SLR dengan lensa standardnya berukuran paling besar lubang bukaannya pada angka 1.2 sedangkan bukaan diafrgama terkecil pada angka 22. Kamera merek lain misalnya Pentax telah memproduksi kamera SLR dengan lensa standardnya berukuran bukaan diafragma paling besar 1.8 sedangkan bukaan diafragma terkeilnya mencapai angka 22. Berikut ini adalah urutan angka diafragma pada kamera SLR dengan lensa standard seperti pada uraian berikut ini :
(f) : 1.2, (f) : 2, (f) : 2.8, (f) : 4, (f) : 5.6, (f) : 8, (f) : 11, (f) : 16, (f) : 22, (f) : 32 ?
Keterangan :
Pada setiap angka semakin kecil mencrminkan bukaan lubang diafragmanya besar dan sebaliknya, pada setiap angka semakin besar mencerminkan bukaan lubang diafrgamanya kecil.

c. Fungsinya
Diafragma pada pada kamera fotografi berfunsi untuk mengatur kebutuhan pencahayaan yang diperlukan guna proses terjadinya pembakaran film di dalam kamera. Pengaturan pencahayaan ini dipengaruhi juga dengan kecepatan tirai penutup film serta kepekaan dari film itu sendiri untuk yang manual sedangkan yang kamera digital dipengaruhi dari setting CCDnya. Selain itu juga dipengaruhi faktor eksternal diantaranya kondisi lingkungan dimana obyek dilakukan pemotretan.

d. Pengaturannya
Seperti telah dijelaskan sebelumnya,bahwa pengaturan pencahayaan dipengaruhi dari 3 komponen diantaranya diafragma, kecepatan dan asa/iso film. Dalam implementasinya untuk mengatur kebutuhan pencahayaan pada suatu pemotretan obyek, tentu dipakai sebagai standard penghitungan yang diterangkan sebagai dalam keadaan normal. Pada kebutuhan tertentu keadaan kenormalan itu bisa saja diabaikan namun harus memenuhi rumus-rumus yang telah ditentukan, artinya jika kita melewati batas kenormalan keadaan, harus melakukan penghitungan penyeimbang keadaan sehingga setingan perubahan yang dilakukan setara dengan setingan kenormalan. Setingan kenormalan ditentukan oleh posisi benda diam dengan menggunakan kecepatan 1/60 detik. Semantara kepekaan film yang digunakan memakai asa 200. Dari penentuan ini maka penggunaan angka diafragma yang diperlukan mengikuti suasana cahaya yang berada disekeliling obyek bidikan. Berikut ini adalah penentuan besarnya diafragma yang diperlukan berdasarkan situasi keadaan cahaya disekeliling obyek.

KECEPATAN
(S)
DIAFRAGMA
(F)
SITUASI LINGKUNGAN
ASA/ISO
1/60 detik
16 – 22
Keadaan cuaca sangat terik matahari berada pada posisi jam 12.00 hingga 13.00 sehingga cuaca sangat terang sekali
200
1/60 detik
11
Keadaan cuaca terang namun matahari berawan berada pada posisi jam 11.00 atau jam 14.30
200
1/60 detik
8
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 08.30 – 10.00 atau 15.00 atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60 detik
5.6
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 15.30 atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60 detik
4
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 16.30
atau berlaku pada situasi sedikit mendung
200
1/60
2.8 -1.8
Keadaan cuaca cukup terang namun matahari diliputi awan berada pada posisi jam 17.00 atau berlaku pada situasi mendung
200

Keterangan tersebut diatas menjelaskan bahwa posisi obyek yang dibidik berada di sebuah tempat yang lapang  atau keadaan obyek tertimpah langsung oleh sumber cahaya matahari. Hal ini tidak berlaku ketika obyek berada di bawah pohon atau teras rumah walaupu menunjukkan keadaan yang sama.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan, jika obyek dalam situasi mendapat cahaya yang banyak menyebabkan obyek dalam keadaan terang sehingga sedikit sekali pencahayaan yang diperlukan oleh sebab itu bukaan diafragma harus diperkecil lubangnya, keadaan ini cahaya yang akan masuk ke dalam lensa cukup kuat. Hal ini tentu akan berbeda jika obyek dalam keadaan cahaya kurang atau obyek dalam situasi cahaya redup, sehingga perlu banyak cahaya yang diperlukan masuk ke dalam lensa, oleh sebab itu bukaan diafragma harus diposisikan dalam keadaan besar.
Tentu saja keadaan ini bisa pengalami  perubahan, namun dalam taraf yang wajar. Perbedaan dimungkinkan hanya sebatas turun atau naik satu langkah. Untuk menjamin sempurnahnya pencahayaan tersebut dapat dibantu dengan alat light meter sebagai alat penunjukka ketepatan pencahayaan yang ada di dalam kamera diposisi sebelah kanan dari jendela bidik. Light meter ada yang diwakili oleh penunjuk jarum dan ada juga yang diwakili dengan tanda lampu menyala. Penentuan ketepatan pencahayaan memenuhi syarat ketika jarum light meter menunjukkan diposisi tengah. Jika jarum berada di posisi bawah, berarti kurang cahaya atau Under Exposure mengankibatkan hasil foto menjadi gelap dan apabila jarum menunjukkan posisi diatas, berarti kelebihan cahaya atau Over Exposure mengakibatkan hasil foto terlalu erang dan putih. Untuk kategori lampu, jika lampunya menyala diposisi tengah berwarnah hijau, maka hasilnya tepat. Keadaan akan berakibat Under Exposure jika lanpu menyala diposisi bawah dengan warna bisa orange dan merah. Demikian juga dengan sebaliknya, jika lampu penyala diposisi atas berwarna orange atau merah,maka menunjukkan Over Exposure.


























* Diafragma merupakan alat pengukur takaran pencahayaan pada proses pembakaran sebuah film di dalam kamera. bentuk diafragma secara visual berwujud lubang yang posisi letaknya berada di dalam lensa kamera. Ukuran diafragma erdiri dari beberapa angka dan angka terkecil menunjukkan besarnya bukaan lubang diafragma besar dan sebaliknya jika angkanya besar, bukaan diafragma enadi kecil. Suatu alat yang bernama light meter berfungsi sebagai pegangan untuk mengetahui ketepatan ukuran pencahayan dalam proses terjadinya exposure *

2. Kecepatan Rana
Seperti telahdijelaskan sebelumnya bahawa ada tiga komponen terjadinya proses embakaran sebuah film di dalam kamera yang sering disebut dengan istilah “Exposure Triangle” yang mempunyai makna tiga komponen dalam proses pembakaran sebuah film. Dalam implementasinya ketiga komponen tersebut mempunyai aturan atau tata cara dalam penggunaannya, sehingga diperlukan pemahaman khusus secara teoritis tentang bagaimana menyatukan ketiga komponen tersebut dalam menentukan pencahayaan secara tepat, sehingga hasil foto yang dibidik terlihat jelas dan tajam gambarnya. Salah satunya adalah keceparan rana, dimana kecepatan rana ini selain berfungsi sebagai pelindung film terhadap masuknya cahaya dalam kamera,juga berfungsi utuk mengatur besarnya cahaya melalui kecepatan membuka dan menutup tirai pelindung film tersebut.
Untuk mengetahui secara detil tentang kecepatan rana, berikt ini akan diuraikan seputar masalah kecepatan rana dalam menggunakan atau pengoperasian kamera 35 mm atau disebut juga dengan kamera SLR :

a. Pengertiannya
Kecepatan Rana atau disebut juga dengan istilah Shutter Speed dapat diartikan cepat lambatnya tirai membuka dan menutup kembali terhadap cahaya yang masuk melalui lensa yang terhubung dengan lubang diafragma guna pembakaran sebuah film atau disebut juga dengan istlah “exposure”. Kecepatan Rana secara visual berbentuk tirai terbuat dari bahan yang lembut berwarna hitam sebagai pelindung film terhadap masuknya cahaya di dalam kamera. Tirai ini dalam proses kerjanya selalu membuka dan menutup kembali dengan aturan kecepatan waktu tertentu berdasarkan setingan yang telah direncanakan. Pada waktu ketika tirai membuka dalam kecepatan tertentu itulah cahaya akan masuk dan membakar film yang ada di dalam kamera tersebut. Banyak dan tidaknya cahaya yang masuk, akan ditentukan oleh besarnya setingan angka kecepatan dalam hitungan seper sekian detik.

b. Ukurannya
Ukuran atau besarnya cahaya yang masuk dalam kecepatan rana, ditentukan dalam satuan waktu tertentu berdasarkan deretan angka-angka yang telah terpasang dalam kamera. Angka-angka dalam kecepatan rana ini telah menjadi standarisasi industri ktermasuk kamera 35 mm atau dikenal dengan kamera 135 SLR. Angka kecepatan rana menunjukkan besarnya cahaya yang masuk dalam ukuran waktu tertentu guna pembakaran sebuah film. Ukuran angka kecepatan rana dalam kamera SLR secara umum angkanya sama dari beberapa merek kamera yang telah dipasarkan di seluruh dunia, hal tersebut dikarenakan sudah menjadi standarisasi pada industri produksi kamera fotografi. Kalau terjadi perbedaan angka hanya sebatas angka tertinggi saja. Misalnya kamera merek Nikon memproduksi kecepatan tertinggi hingga 4000 sedangkan Canon memproduksi dengan kecepatan 8000. Secara lengkap ukuran kecepatan rana dapat diuraikan sebagai berikut :
(s) : B, 1, 2, 4, 8, 15, 30, 60, 125, 250, 500, 750, 1000, 2000, 4000, 8000.
Anka-angka yang tertera tersebut diatas mennunjukkan waktu dalam seper sekian detik. Misalnya jika memotretan tersebut menggunakan angka kecepatan 250, maka implementasi tirai membuka dan menutup kembali 1/250 detik demikian juga pengunaan angka-angka lainnya.
Khusus huruf “B” mempunyai pengertian (Bulb) yaitu tirai kecepatan rana akan terbuka terus selama menekan tobol rana sesuai dengan kebutuhan waktu yang diperlukan dalam hitungan detik (bukan lagi seper sekian detik). Tanda (B) digunakan dalam fotografi untuk mendapatkan suatu foto dengan menonjolkan hasil efek khusus. Penerapan ini juga memungkinkan jika cahaya yang ada terlalu lemah hingga memerlukan cahaya yang banyak masuk ke dalam kamera.

c. Fungsinya
Kecepatan Rana atau Shutter Speed berfungsi untuk mengatur besarnya cahaya yang masukmelalu lensa kamera guna pembakaran sebuah film atau terjadinya proses Exposure. Selain funsi tersebut, keceparan rana juga berfungsi melindungi film yang ada di dalam kamera tersebut. Ketika kamera akan diganti lensanya, maka posisi kamera akan terbuka. Jika film yang ada di dalam kamera tersebut didak ditutpi dengan sebuah tirai penutup yaitu tirai kecepatan rana tersebut,maka secara otomatis film akan kemasukan cahaya hingga menyebabkan terjadinya pembakaran yang belum tentu ada obyeknya.

d. Pengaturannya
Deretan angka kecepatan rana pada kamera SLR yang berfariatif itu, masing-masing mempunyai fungsi tersendiri terhadap keadaan obyek yang menjadi bidikannya. Suatu contoh ketika kita memotret sebuah obyek dalam keadan diam atau tidak bergerak, tentu berbeda dengan obyek yang mengalami pergerakan, apalagi pergerakan obyek tersebut sangat cepat. Hal ini akan berdampak pada pemakaian kecepatan rana yang digunakan. Kalau hal ini tidak diperhatikan dengan cermat oleh si pemotret, bisa dipastikan hasil foto akan menjadi berantakan. Untukmenghasilkan sebuah karya fotografi dengan kualitas tinggi, maka perlu adanya pedoman pengaturan angka-angka kecepatan rana, agar obyek yang terdiri dari berbagai macam karakter keadaan dilapangan itu dapat dibidikdengan kualitas sebagaimana mestinya. Secarag global kecepatan rana 60 atau  (1/60 detik) merupakan pegangan standard untuk keadaan obyek diam atau disebut juga dengan istilah “keadaan normal”, dimana nantinya akan penjadi pegangan dasar untuk penghitungan penyesuaian pencahayaan pada kasus obyek yang mengalami perbedaan karakter pergerakan. Pemakian kecepatan rana 30 atau (1/30 detik) dan angka dibawahnya dipakai dalam pemotretan cahaya kurang/rendah atau digunakan untuk teknik-teknik tertentu agar menghasilkan karakter foto secara khusus dengan memanfaatkan efek yang ditimbulkan. Semantara kecepatan rana 125 atau (1/125 detik) dan angka di atasnya dipakai dalam pemotretan obyek bergerak baik dalam keadaan sedang maupun tinggi. Berikut ini adalah pedoman pemakaian angka kecepatan rana :

KECEPATAN
(S)
KEADAAN OBYEK
B
Digunakan dengan teknik terentu untuk mendapatkan efek khusus dalam pemotretan
1 – 30
Digunakan jika obyek dalam keadaan kurang cahaya atau sinar redup termasuk penggunaan efek khusus
60
Digunakan jika obyek dalam keadaan diam, duduk atau berdiri dan jalan santai
125
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari kecil atau berkendara motor/sepeda dalam keadaan santai
250
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari cepat atau memakai kendaraan motor dengan kecepatan sedang
500 -750
Digunakan jika obyek dalam keadaan lari cepat atau kendaraan motor agak cepat
1000
Digunakan jika obyek mengendarai motor dengan dengan super cepat atau ngebut
2000
Digunakan jika obyek dalam keadaan super cepat misalnya balap motor atau mobil atau bisa juga ledakan benda
4000-8000
Digunakan jika obyek dalam keadaan menluncur sangat cepat, misalnya peluncuran roket atau rudal, pesawat tempur lagi melesat

Penggunaan angka-angka kecepatan rana di atas harus dimbangi denga penyesuaian besarnya diafragma yang digunakan. Jika kita menggunakan kecepatan tinggi, maka bukaan lubang diafragma harus dalam posisi besar demikian juga sebaliknya, apabika menggunakan kecepatan rendah, maka bukaan lubang diafragma diperkecil. Tidak bisa semua kecepatan tersebut dipukul rata dengan pemakaian diafragma yang sama seperti table penggunaan diafrgma yang telah diterangkan sebelumnya berdasarkan waktu keadaan obyek dalam bidikan.
Suatu contoh misalnya, Si… Markeso akan memotret perlombaan balap motr 250 cc di arena balap Sentul. Cuaca pada waktu terjadinya perlombaan sinar matahari menampakkan kecerahan sehingga lapangan perlombaan menjadi panas dan terik. Berapa kecepatan dan diafragma yang dipakai oleh Si…Markeso agar hasilnya tetap tajam dengan menggunakan asa 200.
Kalau kita berorientasi pada waktu tentu diafragma yang dipakai adaah 22, alsannya karena cuaca sangat cerah dan panas karena obyek langsung tertimpah oleh sinar matahari. Tetapi masalahnya adalah obyek yang foto dalam keadaan bergerak dan bukan posisi diam atau normal dimana kcepatan telah ditentukan 1/60 detik. Sehingga kita harus merubah kecepatan yang lebih tinggi yaitu menggunakan kecepatan 2000, dengan demikian diafragmanya harus dirubah dengan bukaan pembesaran.
Maka perlu adanya penghitungan secara tepat.

Kecepatan dinaikkan sebanyak 6 langkah dari normal 1/60 detik ke 1/2000 detik

60        125      250      500      750      1000    2000

Diafragma lubangnya diberbesar dengan 6 langkah juga dari 22 ke 2,8

1.4       2          2.8       4          5.6       8          11        16        22       

Dari penghitungan diatas penaikkan kecepatan dilakukan sebanyak 6 langkah, maka harus diimbangi juga dengan memperbesar bukaan lubang diafragma sebanyak 6 langkah.
Sehingga untuk mendapat hasil foto yang tajam, maka Si… Markeso harus menggunakan kecepatan 1/2000 dengan diafragma 2.8. Penyataan pemakaian antara kecepatan dan diafragma yang dipakai oleh Si…Markeso itu setara dengan kecepatan 1/60 dan diafragmanya 22.

Jika pemotretan pada pada obyek pencahayaan yang ada di sekitarnya kurang, misalnya pemotretan di dalam ruangan atau di malam hari, maka perlu adanya cahaya bantuan berupa lampu flash. Pada kategori ini kecepatan yang dipakai pada kamera SLR manual dengan bantuan lampu flash yang dipasang di atas kamera, maka kecepatan yang dipakai untuk melakukan pemotretan adalah khusus. Pada kamera SLR manual kecepatan penggunaan kamera dengan bantuan lampu flash adalah angka yang diberi tanda silang berwarna merah, biasanya tercatat 60 dan ada juga yang memakai 125 tergantung merek dari kameranya. Tanda silang tersebut sebagai petunjuk penggunaan kamera tersebut jika memakai lampu flash. Jika tidak memakai kecepatan yang sudah direkomendasikan, misalnya penggunaan kecepatan di bawah atau di atasnya, maka penerangan yang dikeluarkan oleh lampu flash tersebut,  tidak singkron menyebabkan cahaya yang menyinari obyek guna pembakaran sebuah film, keluarnya tidak bersamaan dengan kecepatan bukaan diafragma. Hal ini dapat diartikan jika kecepatan yang dipilih dibawah standard silang, maka lampu flash akan menyala  terlebih dahulu lebih cepat dari kecepatan bukaan  diafragma yang kondisinya lebih lambat membuka. Sedangkan bila menggunakan kecepatan diatas dari standard silang, maka lampu flash akan terlambat menyala dan didahului oleh kecepatan bukaan diafragma.  Supaya kedua-duanya sama menyala secara bersamaan antara flash dan bukaan diafragma,  maka setingan harus dipasang pada angka 60 atau 125 sesuai dengan petunjuk dari kameranya.
Pada kategori kamera SLR auto atau digital, biasanya sudah dilengkapi dengan lampu flash standard dari kamera. penggunaannyapun juga diseting melalui setelan auto diasanya berwarna hijau, termasuk pada program-program setingan lainnya. Jika kita memotret di ruangan yang kurang cahaya, maka kamera secara automatis akan membuka sendiri lampu flashnya, dan ketika tombol ditekan maka flash akan menyala bersamaan dengan bukaan diafragma. Jika pencahayaan sangat kurang, maka perlu bantuan lampu flash tersendiri yang dipasang di atas kamera atau diletakkan pada posisi yang terpisah dari kamera. Penggunaan lampu inipun juga mengarah pada hal yang sama. Jika kita tidak menginginkan setingan auto dari pemprograman kamera, maka kita juga bisa menggunakan teknik manualnya dengan memindakan pemprograman pada huruf (M), yang erarti mempunyai pengertian teknik manual. Pada lampu flash yang mahal sistem pengaturan juga diatur tersendiri menyesuaikan keadaan sehingga lebih praktis penggunaannya dan hasilnya lebih terang dari pada lampu flash  bawaan kamera itu sendiri. Pada penggunaan lampu flash penggunaan diafragmajuga diperhitungkan secara sermat. Ideal pemakaiannya adalah antara 5.6 dan 4.























* Kecepatan rana merupakan tirai yang mengatur membuka dan menutup kembali cahaya yang masuk ke dalam kamera guna pembakaran sebuah film. pengaturan angka-angka yang baik diafragma maupun kecepatan harus mengikuti aturan peyeimbangan antara kecepatan dan diafragma. Penaikkan kecepatan haruslah diimbangi dengan pembesaran lubang diafragma dengan angka yang sama demikian juga untuk keadaan sebaliknya. Suatu karya fotografi peluncuran roket atau rudal dan lomba balap motor merupakan contoh untuk pemakaian kecepatan rana tinggi, agar hasil yang didapat mendapatkan ketajaman gambar, Jika kita mengunakan cahaya bantuan misalnya lampu flash guna pemotretan di dalam ruangan, maka setingan kecepatan harus menggunakan angka yang sudah distandardkan oleh pabrikan diantaranya angka bertanda silang yaitu bisa 60 atau 125 berdasarkan merek kameranya*

3. Kepekaan Film atau CCD
Film Seluloid merupakan medium dalam fotografi yang merekam gambar obyek bidikan ketika terjadi proses pembakaran atau exposure. Film Seluloid merupakan bahan kimia yang terdiri dari beragam lapisan dengan mengadung kepekaan khusus, oleh karenanya film seluloid harus terlindungi dari senar cahaya. Oleh karenanya film seluloid ini selalu dalam gulungan yang tidak tembus dengan cahaya. Setiap film mempunyai nilai kepekaan yang berbeda-beda tergantung dari nilai yang tertera dalam pembungkusnya. Nilai kepekaan dari film seluloid dihitung berdasarkan ASA. Sehingga dalam industri kamera 135 SLR manual yang berjaya keberadaannya di era tahun 1980-1990 itu mempunyai beberapa kategori diantaranya film yang paling rendah kepekaannya dengan ASA 100 hingga ASA tertinggi 800. Dalam dunia kamera digital keberadaan fil seluloid ini digantikan dengan micro chips yang disebut dengan CCD (Charged Couple Devise). Nilai kepekaannya tergantung dari besarnya CCD yang tercantum dalam kamera digital tersebut.

a. Pengertiannya
Film Seluloid merupakan medium atau tempat untuk merekam gambar hasil bidikan kamera setelah melalui proses pembakaran film atau sering disebut juga dengan istilah “Exposure”. Film Seluloid merupakan benda kimia yang terdiri dari berbagimacam lapisan bepekakan cahaya dengan milai tertentu. Oleh karenanya keberadaan film seluloid tidak boleh terkena cahaya dalam penyimpanannya, maka dari itu selalu dilindungi dengan kemasan sebelum dipakai dan dilindungi dengan kamera pada waktu dipakai untuk memotret benda. Nilai kepekaan film ditentukan dengan besarnya ASA. Makin kecil angka ASAnya, berdampak pada kecilnya nilai kepekaan film tersebut (Film Seluloid ASA 100), demikian juga sebaliknya jika angka ASAnya besar akan berdampak pada besarnya nilai kepekaan film (Film Seluloid ASA 800). Pada teknologi Kamera Digital komponen pengganti film adalah Memory card. Pada kamera jenis ini terdapat “Micro Chips” semi konduktor yang disebut dengan CCD (Charged Couple Devise). CCD ini terbuat dari unsur-unsur kimia yang peka dengan cahaya dan keberadaannya berfungsi menciptakan sebuah gambar di dalam kamera tersebut setelah mengalami suatu pemrosesan pembakaran. Cara kerja pada Kamera Digital adalah CCD akan menyerap cahaya dari obyek bidikan, kemudian cahaya yang terserap itu akan diubah menjadi data-data gambar dimana wujudnya berupa titik-titik yang jumlahnya ribuan bahkan jutaan dalam biasan warna yang ada pada obyek. Dari jumlah titik-titik yang terkumpul itu membentuk sebuah gambar persis seperti obyek alsinya. Makin banyak titiknya bebarti hasil gambar akan semakin bagus dan tajam warnanya, karena jumlah titiknya banyak maka besar file akan menyebabkab menjadi besar ini yang dikatakan dengan resolusi sebuah gambar.

b. Fungsinya
Film Seluloid merupakan medium penyimpan gambar hasil rekaman atau bidikan obyek setelah terjadinya proses pembakaran. Untuk mengetahui hasilnya harus dilakukan proses cuci dan cetak. Pada waktu terjadinya proses cuci film, maka hasil yang didapat merupakan film negative, dan dari film negatif ini jika ingin melihat hasilnya, maka harus dilakukan proses pencetakan baik melalui kertas atau kanvas. Pada proses inilah yang sering disebut dengan proses cuci-cetak. Sedangkan untuk kamera digital penyimpanan gambarnya bukan lagi pada film seluloid tetapi pada memory card. Dalam proses perekamannyapun juga mengalami perbedaan. Pada kamera digital system perekaman obyek ditangkap oleh CCD dan dirubah menjadi ribuan bahkan jutaan titik-titik jumlahnya membentuk gambar menyerupai obyekbidikan. Pada kamera digital hasilnya juga dapat dilihatlangsung tanpa harus terlebih dahulu melalui proses cuci-cetak, walaupun pada akhirnya foto tersebut dicetak juga setelah dilakuan pemilihan yang baik hasilnya.

c. Ukurannya atau Nilai kepekaannya
Film Seluloid sebagai medium penyimpan gambar untuk teknologi kamera manual ini, pada setiap roll filmnya mempunyai nilai kepekaan tertentu. Dalam industri kamera fotografi terutama kamera manual atau analog ini, setiap kemasan roll film mempunyai nilai kepekaan yang berbeda-beda. Perbedaan nilai kepekaan tersebut diperuntukan dengan adanya perbedaan kondisi pencahayaan obyek pada waktu dilakukan pemotretan. Ada obyek yang mempunyai kondisi pencahayaan yang terang sehingga diperlukan film dengan kadar kepekaannya rendah. Pada keadaan tertentu pencahayaan disekitar dari keadaan obyek cahayanya sedang, maka dari itu diperlukan film dengan kadar kepekaannya sedang, Pada saat yang lain kondisi obyek dalam menerangan yang minim, sehingga diperlukan film berkadar kepekaannya tinggi. Nilai kadar kepekaan film ini ditentukan dengan  besarnya ASA. Dari penjabaran di atas,maka industri produksi film seluloid menyediakan berbagai macam format ASA film dengan kadar kepekaan yang berbeda-beda, sehingga dapat dijumpai di took-toko penjual film atau studio foto seperti berikut ini.
Film ASA 100, Film ASA 200, Film ASA 400, Film ASA 800, Film ASA 1600.
Pada teknologi kamera manual, penyediaan kepekaan film tinggi sangat terbatas yang beredar dilapngan hanya sampai ASA 1600 saja, itupun dalam pencariannya sangat susah untuk mendapatkan film tersebut. Tidak semua toko film studio menjual film berformat ASA tinggi, hal ini dipengaruhi oleh terbatasnya penggunaan film tersebut di masyarakat, sehingga produksinya sangat dibatasi.
Pada teknologi kamera digital, penggunaan kepekaan film dinyatakan dengan ISO dan nilai kepekaannya dapat diseting sendiri sesuai dengan kemauan sendiri di dalam kameranya. Penyetingan ini bisa mencapai hingga kepekaan atau ISO 3200 bahkan ada kamera yang menawarkan penciptaan nilai kepakaan tinggi hingga 6400. Nilai kepekaan tinggi ini sangat membantu ketika dilakukan pemotretan sebuah konser music rock, metal atau dangdut dimana panggung konser dipenuhi dengan sorotan lampu berwarna warni antara mati dan menyala. Dengan menggunakan ISO tinggi ini, jepretan artis yang bergoyang disorot dengan warna warni sinar lampu yang menyerang dalam postur tubuhnya itu dijamin dengan hasil yang memuaskan, walaupun tanpa bantuan penyinaran dari flash kamera.

d. penggunaannya
Penggunaan ASA atau ISO pada dasarnya ditentukan dengan kondisi keberadaan obyek yang dibidik. Selama obyek dalam takaran pencahayaan yang cukup atau dalam taraf kenormalan, maka ASA atau ISO yang digunakan adalah film berpekakan yang rendah misalnya Film ASA 200, hal ini dikarenakan obyek ssaran sudah mengadungbanyak cahaya sehingga diperlukan kepekaan yang rendah. Berbeda dengan kasus obyek yang berada di dalam kondisi cahaya yang redup atau minim dengan cahaya matahari khususnya cuaca diliputi dengan mendung, maka perlu memakai film berpekakan sedang sekitar ASA 400, hal ini disebabkan obyek dalamkeadaan minim pencahayaan sehingga kita perlu fim berpekakan sedang yang memungkinkan masuknya cahaya banyak dengan menurunkan kecepatan dan memperbesar bukaan diafragmanya. Untuk kasus-kasus tertentu perlu film yang mempunyai kadar kepekaan tinggi, misalnya ketika kita harus memotret sebuah konser musik dengan lighting yang berkedap-kedip berpancarkan warna-warni pancaran sinar menerangi para nusisi yang sedang beraksi. Disinilah fingsi film berpekakan tingi itu diperlukan, karena cahaya yang menyinari sangat redup, sehingga diperlukan film berASA tinggi yang minim dengan kebutuhan penyinaran.





























* Penggunaan kepekaan film berdasarkan pada dimana keadaan obyek mendapat pencahayaan. Jika obyek dalam keadaan kurang pencahayaannya misalkan malam hari,maka diperlukan film dengan ASA tinggi. Sedangkan kondisi obyek dalam keadaan mendung yang mencerminkan pencahayaan redup, maka digunakan film ASA sedang. Ketika obyek dalam penyinaran yang cerah dalam taraf kenormalan, maka perlu film dengan ASA rendah *

* TINGGALKAN KOMENTAR ANDA…
Silakan utarakan opini Anda terhadap tulisan ini, guna melatih dan merangsang pemikiran hingga melahirkan suatu pendapat. Komentar yang akan disampaikan hendaknya berkaitan dengan topik permasalahan yang diulas… dan terima kasih sebelumnya… atas kunjungan Anda di Blog ini serta menggoreskan opini lewat komentar…

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © / Kevin Rinaldi

Template by : Urangkurai / powered by :blogger